02 April 2011

Batuan Beku

Terminologi

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak bumi, bersuhu tinggi (900 – 1300 oC) serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.



Letak Pembekuan

Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering disebut batuan beku intrusi. Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub volcanic intrusion.


Warna Batuan Beku

Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam, abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan beku tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya menjadi putih-merah daging.

Tekstur Batuan Beku

Tekstur adalah hubungan antar mineral penyusun batuan. Dengan demikian tekstur mencakup tingkat visualisasi ukuran butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau kristalinitas, tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.

Tingkat Visualisasi Granularitas

Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau memakai loupe, maka tekstur batuan beku dibagi dua, yaitu tekstur afanitik dan tekstur faneritik.

a. Afanitik adalah kenampakan batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya tidak dapat diamati secara mata telanjang atau dengan loupe.

b. Fanerik (faneritik, firik = phyric) adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat mineral penyusunnya, meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal satu dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku mempunyai tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal maupun gelas/kaca, dapat diamati.

Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci tidak dapat diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut bertekstur fanerik maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.

Tingkat kristalisasi atau kristalinitas

a. Holokristalin, apabila batuan tersusun semuanya oleh kristal.

b. Holohialin, apabila batuan tersusun seluruhnya oleh gelas atau kaca.

c. Hipokristalin, apabila batuan tersusun sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.

Tingkat Keseragaman Butir

a. Equigranular, apabila kristal penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal adalah tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.

b. Inequigranular, jika ukuran butir kristal penyusunnya tidak sama.

Ukuran butir kristal : < 1 mm ——– berbutir halus 1 – 5 mm ——– berbutir sedang 5 – 30 mm ——– berbutir kasar > 30 mm ——– berbutir sangat kasar

Bentuk Kristal

a. Euhedral, jika kristal berbentuk sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal (tegas, jelas dan teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau panidiomorfik granular.

b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas, sebagian teratur dan sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya berbentuk kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik granular.

c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur batuan yang tersusun oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik granular atau xenomorfik granular.

Secara tiga dimensi, bentuk kristal disebut :

a. Kubus atau equidimensional, apabila ketiga dimensinya sama panjang.

b. Tabular atau papan, apabila dua dimensi kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang lain.

c. Prismatik atau balok, jika dua dimensi kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang lain. Bentuk ini ada yang prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadang-kadang seperti jarum).

Di dalam batuan beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin terdapat kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar (groundmass). Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau firik. Tekstur holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu terdapat kristal besar (fenokris) yang tertanam di dalam masadasar kristal yang lebih halus. Tekstur hipokristalin porfiritik diperuntukkan bagi batuan beku yang mempunyai fenokris tertanam di dalam masadasar gelas. Karena tekstur holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara mata telanjang dapat diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur faneroporfiritik. Sebaliknya, apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar afanitik maka batuannya bertekstur porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedang kristalnya hanya sedikit (< 10 %).


Tekstur diabasik adalah tekstur dimana kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang (lath-like), berarah relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada kristal olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur holokristalin, berbutir sedang – kasar (Æ : 1 – 30 mm), tersusun secara dominan oleh mineral mafik (olivin, piroksen, amfibol) dan plagioklas basa. Tekstur granitik adalah tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun oleh plagioklas asam, alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur holokristalin kasar – sangat kasar (Æ ³ 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Tekstur dioritik sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik tetapi biasanya untuk batuan beku menengah. 

STRUKTUR BATUAN BEKU 

1. Masif atau pejal, umumnya terjadi pada batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya juga dapat berstruktur masif.
2. Berlapis, terjadi sebagai akibat pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat pembekuan.
3. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini sangat khas terbentuk pada batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan struktur vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian pula ukuran lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar umumnya terjadi pada batuan beku luar yang berasal dari lava relatif encer dan tidak mengalir cepat. Vesikuler bentuk elip menunjukkan lava encer dan mengalir. Sumbu terpanjang elip sejajar arah sumber dan aliran. Vesikuler meruncing umumnya terdapat pada lava yang kental.
4. Struktur skoria (scoriaceous structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
5. Struktur batuapung (pumiceous structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat serat-serat kaca.
6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure), adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat diamati dari contoh setangan (hand specimen) di laboratorium. Sedangkan struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat menunjukkan hubungan dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.

            KOMPOSISI MINERAL
 
Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya, maka di dalam batuan beku terdapat mineral utama pembentuk batuan (essential minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan mineral sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma, dalam jumlah melimpah sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral ini misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral primer, karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan, reaksi hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan dipertimbangkan mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada acara analisis batuan ubahan. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit, pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau batuan gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku, berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi menjadi tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan, apabila mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya, felspar dibagi lagi menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan muskovit.
Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik sudah harus dikuasai oleh para praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk batuan, praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk batuan tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang terdapat di dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas and magmatic rocks, Longman, Inc., London, 266 p).

            PENAMAAN / KLASIFIKASI 
 
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa. Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral pembentuk batuan (Tabel 3.4) dan tabel klasifikasi batuan beku (Tabel 3.5) dapat membantu memberikan nama terhadap batuan beku.

Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume


 Tabel 3.5 Klasifikasi batuan beku (O’Dunn & Sill, 1986)



            PETROGENESA BATUAN BEKU
 
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek terbentuknya batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku, sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan hidrotermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik maupun kimiawinya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Berhubung proses petrogenetik tersebut sebagian besar berlangsung lama (dalam ukuran waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian mungkin dapat ditunjukkan berdasar hasil-hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun hanya pada batas-batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data obyektif atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi mineral dan kenampakan khusus lainnya. Dengan demikian studi petrogenesa pada prinsipnya untuk mencari jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan “Mengapa” (Why) dan “Bagaimana” (How) terhadap data pemerian batuan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makasssiiih dah maw capcipcup